Thursday, December 31, 2015

SEBERAPA RIBA KREDIT KENDARAAN ANDA?

Sekarang ini pertumbuhan kepemilikan kendaraan bermotor mengalami peningkatan secara signifikan.

Setiap tahun jutaan kendaraan bermotor baru dikeluarkan. Mobil saja yang tergolong barang mewah dengan harga tinggi, setiap tahun penjualannya rata2 sekitar 1 juta unit. 

Itu belum sepeda motor yang mencapai belasan juta unit setiap tahun. Maka wajar, jika sekarang kita lihat, setiap rumah sudah banyak yang memiliki motor lebih dari 1 unit. Bahkan mobil banyak yang memiliki lebih dari 1 unit.

Pertumbuhan kepemilikan kendaraan bermotor ini tidak lepas dari peranan perusahaan Leasing, sehingga masyarakat bisa memiliki kendaraan bermotor dengan cara kredit. 

 

Sebenarnya kredit tidak masalah, asal sesuai syariah. Tetapi hingga saat ini, saya belum menemukan perusahaan leasing skala nasional yang menerapkan bisnisnya secara syariah.

Mari kita bahas tentang skema kredit kepemilikan kendaraan. Ada perusahaan yang memenuhi semua unsur yang saya bahas, ada yang sebagian saja. Tapi intinya, 1 saja mengandung unsur riba, maka jadi ribalah semua transaksinya.

Mari kita mulai, kenapa kredit kendaraan kebanyakan menjadi transaksi riba karena:
 
1. Didalam transaksi tersebut terjadi 3 akad dalam 1 transaksi
Ketika anda datang ke dealer mobil/motor, anda memutuskan untuk membeli, maka anda membayarkan DP atau uang muka kepada dealer (Akad Jual beli ke 1, secara hukum syariah, kendaraan sudah menjadi milik anda). 

Kemudian Dealer akan menghubungi perusahaan leasing, maka kemudian perusahaan leasing melunasi kendaraan tersebut ke dealer (Terjadi transaksi jual beli, akad ke 2, disini kendaraan menjadi milik Perusahaan leasing), setelah itu persuahaan leasing melakukan transaksi SEWA BELI dengan anda sebagai konsumen (Akad ke 3, kepemilikan tetap milik perusahaan leasing). Transaksi semacam ini menyalahi hukum syariah.

2. Akad bermasalah, SEWA BELI
Biasanya pemilik kendaraan tidak menyadari bahwa yang ditandatangani adalah akad sewa beli, bukan jual beli. 
 
Maksud sewa beli adalah selama angsuran belum lunas, maka anda dianggap menyewa. Sehingga ketika misal cicilan anda macet, maka terjadilah perampasan kendaraan dan anda sama sekali tidak mendapat kompensasi apapun. Karena anda hanya MENYEWA.

Transaksi yang benar adalah JUAL BELI. Bukan SEWA BELI.
Harus jelas transaksi didalam hukum syariah, jual beli ya jual beli, sewa ya sewa saja. Jangan dicampur sewa dengan beli. 
 
Inilah masalah ke-2 dalam transaksi dengan perusahaan leasing.

3. Sistem Bunga
Sistem bunga menyebabkan harga akhir yang anda bayarkan tidak jelas berapa jumlah pastinya. Sistem bunga dihitung berdasar bulan pembayarannya. Sehingga jika anda telat mengangsur, bulan tersebut anda tetap kena tunggakan bunga berjalan.
Ini adalah transaksi yang jelas2 riba.

4. Sistem denda
Ketika anda telat mencicil anda dikenakan denda. Ataupun ketika anda ingin melunasi dipercepat, anda dikenakan dengan dengan istilah macam-macam seperti pinalti, atau bahasa paling halus adalah anda dikenakan biaya administrasi yang tidak disepakati sebelumnya.
Ini menyebabkan penambahan harga diluar transaksi, dan ini jelas riba.

Itulah 4 poin yang paling sering terjadi diperusahaan2 leasing, sekalipun mereka membungkusnya dengan istilah Kredit Syariah.

Umat islam harus berhati2 dengan sistem kredit semacam ini. Milikilah kontrol diri yang kuat, bukan dikontrol oleh lingkungan.

Jika hanya punya uang Rp. 3 juta, beli saja motor cash yang harganya Rp. 3 juta, hati lebih tenang dan jauh dari kesombongan.
Sementara kalau uang Rp. 3 juta dijadikan DP motor baru, setiap bulan gelisah memikirkan cicilan, dan hati jadi terselip rasa pamer dan kesombongan. Sudah susah, masih kena dosa.

Kalau belum punya uang sama sekali, ya terima, ga usah mikir2 ingin kendaraan bermotor. Syukuri hidup kita apa adanya, jangan menambah beban hanya untuk gaya hidup, apalagi dengan keharaman.

Silakan share status ini, agar bisa saling mengingatkan sesama muslim dan juga agar semakin banyak umat muslim tahu, ternyata riba begitu bermacam-macam bentuknya.

Semoga bermanfaat.

#PengusahaSyariah

TERHINA KARENA HUTANG...

Sebulan ini silih berganti ada yang datang maupun japri soal hutang kepada saya, yang japri di Facebook saking bejibunnya saya sudah puyeng ketika membukanya.. Sudah deh saya biarkan dulu sadja..

Padahal saya sudah sering wanti-wanti, kalau curhat ke saya dan berharap saya bayarin hutangmu, mending gak usah sekalian, berhentilah berharap.. 


Emangnya saya konglomerat yang duitnya sak hohah dan hobinya nyebar duit? Hehe.. 

Semua yang datang dan curhat ke saya pasti jawaban saya nyontek jawaban ustadz-ustadz kesohor di youtube itu.. KEMBALIKAN KE ALLAH! 


Allah yang memberi masalah.. 

Allah juga yang memberikan solusinya..

Kok Allah tega ya mas menjerumuskan saya dalam hutang gak berkesudahan?


Coba interopeksi, selama ini bagaimana gaya hidupmu? 

Terlalu nafsu berburu harta? Sampai ibadahnya terlunta-lunta..?

Gaya hidup sok kaya? Harta haram tetap dimakan?

Hobi bener mainan riba? Semua cicilan disikat? Semua angsuran diembat? 

Punya bisnis dengan akad bathil? Gak peduli dengan hak orang lain? Pokoknya gimana caranya saya untung sebuanyak-buanyaknya!! 

Masih suka dengan bisnis yang berbau judi? Gharar (spekulasi) dan maisir (judi)? Beli pagi diangka segini.. Nanti sore jual diangka segitu.. Produknya? Embuuh! Kan virtual.. gak berbentuk! Derivatif! Sekali sell untung 30 juta, gak peduli duitnya darimana.. Padahal diujung sana ada orang meraung-raung karena baru kehilangan duit 30 juta karena masang angka yang salah, dan duitnya kamulah yang mengambilnya..



Atau kisah kisah yang ini...


"Saya ternyata dari dulu hobinya menumpuk asset mas! Beli mobil beberapa, beli rumah sampai tiga, semua hutang.. semua cicilan, ternyata itu bukan asset massss... Semua harta riba masss" lalu nangis sesenggukan..


Atau ini...


Ada kawan saya bercerita, dia dan ibunya sudah 6 bulan lebih tidak bisa membayar hutang rekening koran, dengan agunan sebuah gudang.. 

Setiap hari didatangi debt colectore, 

rasanya gelisaaaah luar biasa, sampai puncaknya ketika mereka datang ke kantor bank tersebut untuk proses negosiasi.

"Kami di ruangan itu dengan bagian penagihan, saya dan mamah begitu terhina ketika kami ditunjuk-tunjuk wajah kami dengan bahasa sindiran yang menyakitkan, 

dibilang gak usah sok kaya, kalo gak mampu bisnis ya gak usah ngutang!!

Padahal sejak saya kecil mamah sudah jualan dan jadi distributor di banyak tempat, namun sejak menggadaikan gudang itu untuk nambah modal, malah bisnis mamah bertumbangan, tiap dapat untung habis hanya untuk bayar cicilan... 

Sakit mas! 

Kami benar-benar gak punya harga diri... Gudang itu akhirnya masuk proses lelang, dan terjual untuk melunasi hutang kami.."


Cerita lainnya..

Hujan derassss sore itu, sepasang suami istri memaksa saya untuk bertemu, saya masih nungguin karyawan di warung tengkleng ketika mereka datang..
Si istri langsung curhat, dengan wajah yang kuyu tampak kelelahan.. Dikejar hutang.. 

Si suami langsung mengeluarkan selembar kertas, rincian hutang yang dia miliki..

Astagfirullaaah... Hutangnya di 17 titik!! Tersebar di bank, leasing, koperasi, BPR, entah yang direntenir, akan menambah deretan hutang itu..

"Kerjanya apa mas?" Tanya saya

"Saya PNS mas.." Jawabnya

Waladalaaaah.. Terus buat apaaa semua hutangan ini?? 

Dia terdiam, tidak mampu menjawab.. 

Dieeeeem... Binguuuung... 

"Gaji PNS berapa emangnya?"

"Hanya 3 juta mas.."

Bagaimana akan cukup untuk membayar hutang 1 M lebih ini?


Fiuuhh! Nasehat saya tetap sama..


1. Merapat ke Allah! Taubat! Taubat! Minta ampuuuun sama Allah karena sudah mainan riba seperti ini. Perbaiki sholatnya, tepat waktu, berjamaah, tambahi ibadah sunahnya.. Pokoknya yang dikejar AMPUNAN ALLAH! Merengek-rengeklah seperti anak kecil yang minta ampun ketika nakal dijewer bapaknya.. 

2. Berazam bebas hutang, bercita-cita sampai mentooooookkkkk ingin bebas hutang! Jangan pernah sedikitpun berfikir menutup hutang dengan hutang baru.. Gak akan selesai!! Gak akan beres!! Lepas dari mulut buaya, masuk ke mulut singa..

3. Mulailah melepaskan asset-asset yang selama ini menjerat dalam jebakan riba. Mobil, ruko, rumah, tanah, emas, apapun itu.. Jual saja, biar lepas semuanya! Yakin nanti ketika sudah lega hidupnya, cari rejeki lebih tenang, gak kemrungsung, gak terhina, Allah ganti dengan rejeki yang lebih baik, bisa beli lagi deh.. Cash!

4. Minta doa dari orang tua, terutama ibu.. Jangan remehkan kekuatan doa! Percayalah doa itu bisa membuka pintu langit, membuka kemudahan-kemudahan yang selama ini mampet!! 

5. Sedekah! Giving! Memberi! Gak usah ngeles.. "Gimana saya mau sedekah mas! Buat kebutuhan saya aja mepeetttt!!" 

Heeei! Jangan jadi looser! Pecundang!! Lihat diluar sana, buanyak orang yang lebih susah hidupnya dibanding dirimu! Yang buntung kakinya tetap harus bekerja... Kamu yang lengkap, sehat, mau terus jadi pecundang? Kenapa harus tetap bersedekah dalam kondisi apapun? 

Nih perintahnya: "Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di WAKTU LAPANG maupun di WAKTU SEMPIT, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang, Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.." -QS Ali Imran 133-134


Coba deh lakukan 4 hal itu, rutin, fokus, perjuangkan!! Fight!! Hajarrrr!! Dan lihat keajaiban-keajaiban yang bakal kamu alami..

Sudahlah... Cukup hidup dalam kungkungan hutang, kita ikuti ajaran Kanjeng Nabi saja, gak usah gampang dirayu oleh semua angsuran dan cicilan dengan bunga berbunga yang melelahkan...


Utang riba nampaknya bisa membuat hidup lebih mewah, tapi ujung akhirnya berbahaya.


Dalam hadis dari Ibnu Mas'ud, Nabi bersabda, 

مَا أَحَدٌ أَكْثَرَ مِنَ الرِّبَا إِلاَّ كَانَ عَاقِبَةُ أَمْرِهِ إِلَى قِلَّةٍ
"Siapapun yang memperbanyak hartanya dari riba maka ujung akhir urusannya adalah KEMISKINAN.." (HR. Ibnu Majah 2365)


Pesan Nabi lagi:
"Hutang membuat kegelisahaan di malam hari, dan kehinaan di siang hari..."

-Muhammad Sallahu Alaihi Wassalam

Mari kita berjanji.. Sisa hidup dunia, kami hanya ingin bisa tidur nyenyak, agar esok hari bisa bebas dan semangat mengejar ridho Illahi, bekal nanti kami mati.. 

Itu sadja!

Salam,

@Saptuari

Sumber --> Group Facebook "Belajar Wirausaha Bareng Saptuari"

SEBUAH KISAH NYATA, .. JALAN TERANG UNTUK MEMBAYAR HUTANG

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... 

Seorang pria bernama Mukhlis tengah mendekam di Lapas Sukamiskin, Bandung. Bisnis yang begitu menggiurkan sesaat membuatnya terjerembab hutang hingga lebih dari Rp 2 milyar.

Ia tak sanggup bayar dan perusahaan kreditur pun memperkara-kannya hingga ia dipenjara.


Hari itu adalah Ahad, sudah dua pekan lebih Mukhlis berada di dalam sel sempit di balik jeruji. Ia merasa sedih dan kesepian. Kebebasan yang biasa ia hirup sebelumnya kini hanya tinggal kenangan.

Jangankan untuk bersenang-senang dengan rekan dan sahabat, untuk berkumpul dengan keluarga tercinta saja sudah tidak lagi bisa.

Mukhlis merasa sedih, dan ia berjanji tidak ingin lagi hidup seperti ini. Berkali-kali dengan mulutnya ia gumamkan doa kepada Allah Sang Maha Penolong dari balik jeruji agar ia dapat menyelesaikan perkara dan segera bebas dari penjara dan kembali ke rumah untuk berkumpul bersama keluarga.

Dalam kesedihan yang Mukhlis alami, tiba-tiba seperti ijabah doa yang datang dari Allah Swt maka Mukhlis dapati ustadz Iman sedang berkeliling dari satu sel ke sel lainnya.

Ustadz Iman adalah pembimbing rohani Islam para tahanan yang kerap memberikan pelajaran mental bagi setiap tahanan yang ada di Lapas Sukamiskin. Sepekan dua kali biasanya ustadz Iman datang ke lapas. Demi melihat datangnya ustadz Iman maka Mukhlis pun memanggil beliau dari balik jeruji.

Terjadilah obrolan antara Mukhlis dan ustadz Iman. Banyak nasehat yang disampaikan sang ustadz kepada Mukhlis, termasuk salah satu nasehatnya adalah agar Mukhlis rajin bersedekah. Ustadz Iman menyampaikan bahwa sedekah itu menjadi salah satu cara yang membuat datangnya pertolongan Allah Swt.

Mukhlis meresapi nasehat itu, maka sejurus kemudian ia bangkit untuk mengambil sesuatu. Ia buka tas dan dari dalam tas tersebut ia ambil uang sejumlah Rp 1 juta dan ia berikan kepada sang ustadz.

“Ustadz, mohon salurkan uang ini sebagai sedekah saya. Terserah ustadz mau berikan kepada siapa ... saya berharap dengan sedekah ini saya akan mendapat pertolongan Allah seperti yang ustadz sampaikan kepada saya!”

Sang Ustadz menerima sedekah Mukhlis. Beliau berjanji untuk menyalurkan sedekah tersebut selekas mungkin. Tak lupa sang Ustadz mendoakan Mukhlis agar segala masalah yang ia hadapi diberi kemudahan oleh Allah Swt.

Sejurus kemudian ustadz Iman pun berlalu meninggalkan Mukhlis.

Ustadz Iman kembali ke kampungnya. Sebelum beliau tiba di rumah beliau menyempatkan untuk mampir di sebuah warung kecil. Beliau membeli sesuatu di sana. Teringat akan titipan sedekah Mukhlis, maka ustadz Iman pun berbincang dengan pemilik warung.

“Bu, punten ..., apakah di warung ini ada orang-orang miskin yang punya hutang dan belum bisa terlunaskan?!” tanya ustadz Iman kepada ibu pemilik warung.

“Ada ustadz ....! ada beberapa orang susah yang punya hutang di warung saya.” jawab ibu pemilik warung.

“Berapa orang bu kira-kira jumlah mereka dan besaran hutangnya?!” kejar ustadz Iman lagi.

Maka ibu pemilik warung pun menceritakan bahwa ada sejumlah orang miskin yang berhutang di warungnya, dan itu membuat usahanya sulit berkembang sebab modal yang ia putar tertahan oleh hutang-hutang mereka.

Sang ibu pemilik warung menyebutkan sejumlah nama, namun setelah dihitung semua orang itu memiliki jumlah hutang Rp 1,8 juta. Sang ibu mengutarakan; biasanya mereka berhutang keperluan sehari-hari seperti sembako, namun rupanya mereka selalu tidak mampu membayar hutangnya sementara sang ibu tidak tega kalau mendengar mereka mengiba, maka ia pun memberikan izin kepada mereka untuk berhutang di warungnya.

Usai mendapat penjelasan dari ibu pemilik warung maka ustadz Iman menjelaskan bahwa ia memiliki titipan sedekah sebesar 1 juta rupiah. Beliau meminta kepada ibu pemilik warung untuk menghitung siapa saja kiranya yang bisa ditolong agar terbebas dari hutang.

Sang ibu pemilik warung amat senang mendengarnya. Maka ia memberikan data orang-orang susah yang kerap berhutang di warungnya. Setelah dihitung maka ada 7 nama di antara mereka yang bisa dilunaskan hutangnya dengan uang sedekah 1 juta rupiah tersebut.

Dengan baca basmalah ustadz Iman menyerahkan uang sedekah Mukhlis kepada ibu pemilik warung. Sang ibu berucap syukur dan ia mengangkatkan tangan seraya berdoa kepada Allah Swt atas anugerah-Nya yang telah menggerakan hati Mukhlis, orang yang tidak dikenalnya, untuk mau melunasi hutang-hutang orang susah yang ada di warungnya.

Ibu pemilik warung berjanji kepada ustadz Iman untuk memberitahukan kepada 7 nama tadi kabar gembira ini. Maka saat kesemua nama tadi mendapatkan kabar tersebut maka mereka pun bersyukur kepada Allah Swt dan mendoakan Mukhlis dengan penuh kesungguhan.

Ina, istri Mukhlis datang berkunjung ke lapas pada hari Kamis. Ada gurat kegembiraan pada wajahnya. Saat Mukhlis datang di ruang besuk, maka Ina bangkit dari duduknya dan ia tak kuasa menahan tangis.

Mukhlis kaget melihat istri tercintanya menangis. Mukhlis menanyakan apa gerangan namun Ina tidak mampu menjawab apa-apa. Tubuhnya bergetar dan terlihat banyak air mata yang mengalir di pipinya. Ina mengeluarkan secarik surat berwarna putih dari tasnya. Surat itu ia serahkan kepada Mukhlis dan langsung surat itu dibaca.

Tidak banyak kata dan kalimat tertulis dalam surat itu. Namun demi membaca surat tersebut, maka Mukhlis pun tertunduk dan mulai meneteskan air mata haru.

“Allahu akbar .... Allahu Akbar .... Allahu Akbar ....

Alhamdulillah ya Rab b.... sungguh Engkau Maha Penolong dan Maha Pemurah... Engkau tolong hamba-Mu yang lemah ini untuk keluar dari masalah” pekik Mukhlis dalam doa.

Dalam surat tertanggal hari Selasa dua hari yang lalu tertulis bahwa perusahaan tempat Mukhlis berhutang menyatakan bahwa hutangnya SEBESAR 1 MILYAR RUPIAH TELAH DIHAPUSKAN!

Mukhlis dan Ina saling berpegangan tangan. Mereka sungguh bahagia mendengar berita gembira ini. Berita ini sungguh membuat beban hutang Mukhlis bertambah ringan. Maka usai bertemu dan bertukar kabar, beberapa saat kemudian Ina pun berpamitan untuk pulang ke rumah.

Keesokannya adalah hari Jumat. Seluruh penghuni lapas bersiap untuk melaksanakan shalat Jum'at. Saat menanti datangnya waktu Jum'at tiba Mukhlis mengisinya dengan dzikir dan i'tikaf. Begitu adzan Zuhur dikumandangkan maka naiklah sang khatib yang tiada lain adalah ustadz Iman.

Saat menyimak khutbah Jum'at yang disampaikan ustadz Iman maka air mata Mukhlis kembali menetes deras. Mukhlis mengingat perjumpaannya dengan ustadz Iman pada hari Ahad lalu dan ia teringat sedekah satu juta rupiah yang ia titipkan kepada beliau. Sungguh sedekah itu telah dibayar Allah Swt hanya dalam tempo 2 hari menjadi 1000 kali lipat.

Saat shalat Jum'at usai, maka Mukhlis mendatangi ustadz Iman. Ia menyampaikan ucapan terima kasih yang berulang-ulang atas bantuan ustadz Iman menyalurkan sedekahnya. Ustadz Iman pun kembali mengucapkan terima kasih.

Beliau sampaikan bahwa pemilik warung dan 7 orang yang berhutang juga turut berterima kasih kepada Mukhlis dan mendoakan. Mendengarkan penuturan ustadz Iman kembali air mata haru mengalir deras di pipi Mukhlis.

Sambil terisak Mukhlis berkata kepada ustadz Iman, “Ustadz..., janji Allah Swt yang ustadz sebutkan bagi orang yang bersedekah sungguh kini telah saya rasakan. Sedekah saya kemarin dalam dua hari sungguh telah Allah bayarkan kepada saya sebesar 1000 kali lipat!”

Mukhlis pun merangkul erat tubuh ustadz Iman. Kedua manusia itu tak henti-hentinya berucap hamdalah dan bersyukur kepada Allah Swt. Ada kebahagiaan yang tiada terperi di hati kedua manusia itu. Keduanya menjadi saksi atas janji Allah, bahwa masalah yang dihadapi bisa mudah diatasi asalkan kita saling menolong terhadap sesama

Wallahu’alam bishshawab, ..
Semoga kita dapat mengambil pengetahuan yang bermanfaat dan bernilai ibadah ....

Wabillahi Taufik Wal Hidayah, ...

Salam Terkasih ..
Dari Sahabat Untuk Sahabat ...

... Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci ...

By : Gendis Wijaya

Wednesday, December 30, 2015

MENGGORENG REKENING!!

Bahan yang disiapkan:

  1. Minimal 4 buah rekening dari bank yang sama dan berbeda.
  2. Kartu ATM
  3. Formulir Setoran
  4. Aplikasi mBanking di HP
  5. Layanan internet Banking
  6. Uang 5-10 juta di salah satu rekening
  7. Motor dengan bensin full, jaket dan mantel hujan, helm jangan lupa. Biar kelihatan siap tempur bro!




Cara memasak:

  1. Masukkan uang 5-10 juta kedalam satu rekening utama, setor pagi hari gakpapa.
  2. Siangnya tarik di ATM sebagian uangnya, bagi 3 dengan nominal yang berbeda lalu setorkan ke 3 rekening lainnya. 
  3. Sorenya, lakukan transfer dari 3 rekening tersebut ke rekening utama. Transfer semuanya gakpapa.
  4. Malam hari, transfer dari rekening utama ke salah satu rekening. Boleh sampai 80% nya. Lebih malem dikit, transfer ke rekening satunya lagi.
  5. Besok paginya transfer pakai mBanking ke rekening utama, satunya transfer dari internet Banking ke rekening utama juga.
  6. Siang hari, ambil motor, tarik tunai di salah satu cabang, ambil 70% nya dari saldo. Lalu setor ke salah satu rekening lainnya yg belum terisi. 
  7. Sorenya, tarik lagi di ATM, setorkan di mesin autosetor, jangan lupa nominalnya harus berbeda.
  8. Malamnya lakukan lagi.. Terserah kamu berapa jumlahnya, puterrrr terus uangnya! Bolak balik sampe mateeng!

Lama memasak:


1-3 bulan, kalo mau dapat pinjaman 100 juta ya bikin arus keluar masuk uang dalam sebulan juga 100 juta lebih. Padahal duit aslimu cuman 5 juta. Cuman itu rekening jadi mateeeeng! Sampai perjuangan menembus hujan badai demi bisa setor tarik rekening tiap hari.. Hehe



Gunanya:


  1. Buat ngutang ke bank, nipu bank, bahwa duit kita sehat keluar masuknya, bank seneng melihat rekening yang sangat aktif. Keluar-masuk, keluar-masuk, dianggap sehat. Habis makan ke WC, habis makan ke WC.. Bayangkan habis makan, seminggu ngendap itu makanan di perut gak keluar, gak sehat! Begitu juga penilaian bank.
  2. Kalo cair uangnya buat modal usaha, gak peduli usaha masih kecil, sistemnya belum jalan, produknya belum jelas, pokoknya hajaaarrrrr dengan utangan! Pokoknya waton yakin, asal ada modal besar, pasti bisnis saksesss!
  3. Mas Saptu kok malah ngajari ilmu hitam ini sih? Nanti kalau ada yang praktek gimana?

JAWAB:
Eits ini belum ending bro, aku dapat info dari orang bank mereka sudah jeli dengan ilmu menggoreng rekening ini. Setelah tahun-tahun lalu yang berhasil njebol bank, cair terus kabuuuurr! Mereka sekarang lebih waspada.

Bahkan dulu ada kawanku orang bank, yang menunjukan buku rekening abal-abal yang 99% mirip aslinya. Mutasinya ajiiiib! Hasil printingnya bikin ngilerrr.. Uang keluar masuk dengan cepatnya tiap hari. Usut punya usut itu buku rekening abal-abal bisa dipesan di salah satu kota di Jawa Timur. Ngeriii benerr bikin tiruannya.. Persis plek!


Mari kita bahas satu-satu, anggap aja kayak pas seminar kita tanya jawab yak..

Siapa yang ngasih rejeki kita? Allah atau konsumen?


JAWAB: Allaaaah...!!



Kalau kita yakin yang ngasih rejeki Allah, apakah Allah akan ridho jika kita mencari rejeki dengan jalan yang haram?


JAWAB: Tidaaaaak....!!



Menggoreng rekening dengan tujuan nipu orang bank agar bisnis kita kelihatan sehat transaksinya, menurut kalian hukumnya apa?


JAWAB: Haraaaaam!!



Kenapa haram? Kan itu uang kita sendiri? Bebas dong kita puter-puter sendiri!


JAWAB: karena sudah ada unsur menipunya, awalnya sudah buruk di depan mas... Sesuatu yang buruk pasti akan berakhir buruk.



Oke guud! 

Caranya sudah haram, untuk meraih tujuan yang haram, yaitu pinjaman hutang yang mengandung Riba bunga berbunga, jadi doubel haram. Menurut kalian Allah akan marah tidak?

JAWAB: maraaah lah.. Karena kita sudah menantangnya langsung!


Wow!! Sudah menantang Allah! Kalian tau dari mana? Jangan bikin ayat sendiri yaaa!


JAWAB: Allah sendiri yang bilang mas, di Al Quran, Surat Al Baqarah 278-279
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan TINGGALKAN SISA RIBA (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. 

Jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), MAKA KETAHUILAH, BAHWA ALLAH DAN RASUL-NYA AKAN MEMERANGIMU. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”



Astagfirullah, jika kita tetap ngeyel melawan Allah dan Rasulnya, kira-kira apa yang akan kita dapatkan?


JAWAB: kehancuran mas, dalam kehidupan kita. Gak tenang, rejeki gak berkah, bakal ada banyak halangan di hidup kita. Bisa jadi penyakit, bangkrut, kecelakaan, dan lain-lain yang mengerikan. 

Nabi Muhammad langsung yang mengingatkan dalam sebuah hadist: "Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan (membawa kehancuran) diantaranya: ..... Memakan RIBA..." 

-Hadist Riwayat Abu Hurairah, shahih Bukhari & Muslim


Naaah kita sudah tau ilmunya, gimana masih milih terus menggoreng rekening buat tujuan dapetin modal bank?


JAWAB: enggaaak berani mas.. Kami takut pada Allah, yang 'CCTV' nya online 24 jam di atas kepala, yang mengutus 2 malaikat mengawal kami semua, mencatat semua perbuatan yang kelak dipertanggungjawabkan!



Hehe, emang kalian bakal mati? Bukannya enak hidup selamanya di dunia?


JAWAB: ampuuuun mas! Ternyata kita semua akan mati, gak nunggu tua, banyak yang masih muda mati duluan. Hiks! Kami saksinya.. Eh masih muda, jomblo, ganteng, cantik, pas mati dikubur juga.. Selesai sudah dunianya!

Emang kalo masih punya hutang terus mati gimana?


JAWAB: kami pernah baca sebuah riwayat mas, Nabi tidak mau menyolati jenazah yang masih punya hutang. Kalau Nabi gak mau menyolati bagaimana kami akan dapat syafaatnya mas? Mau dapat ampunan Allah gimana masss?! Disana cuman ada dua tempat.. surga atau neraka.. Huwaaa!! Huwaaaa!! Huwaaaaaaaaa!!

*nangis gulung-gulung!


Ya wiss-wiss sudah paham semuanya kan! Yuk kita taubat bareng-bareng, minta ampunan Allah atas seluruh dosa kita yang dulu serakah menghalalkan segala cara. 


TAUBAT! Dan kita berusaha lebih keras menyelesaikan hutang-hutang kita sebelum nama kita diabsen, dijemput malaikat maut untuk menghadapNya!

Jangan lupa.. Ayo dicatat, diapalkan, diamalkan. Doa yang diajarkan Nabi Muhammad SAW: 

ALLAHUMA INNI AUDZUBIKA MINAL MA'TSAM WAL MAGHROM 
"Ya Allah aku berlindung dari dosa dan jeratan hutang"


Sudah yaaa... 

*sodorkan tissue..

Salam,

@Saptuari

Note  : Artikel ini adalah berasal dari Group Facebook Mas Saptuari, Untuk lebih lanjut bisa gabung di Groupnya --> Belajar Wirausaha Bareng Saptuari

Thursday, December 17, 2015

Cara Meningkatkan Percaya Diri Dengan Bebas Dari Hutang

Hutang merupakan beban bagi siapapun, tidak perduli mereka kaya ataupun miskin, siapapun yang memiliki hutang pasti akan berdampak ke psikologis bagi siapapun yang memikulnya, dan dampaknya tentu saja akan terjadi kepada tingkat kepercayaan diri.

Cara Untuk Meningkatkan Percaya Diri

jeratan hutang di yakini bisa mendatangkan berbagai persoalan hidup yang membuat kehidupan dalam keluarga menjadi tidak nyaman dan lebih parahnya, banyak yang gara-gara hutang piutang bisa memutus tali silaturrahmi dan kekeluargaan.

Dan jalan keluar satu-satunya untuk bisa kembali kepada kepercayaan diri dan kenyamanan silaturrahmi adalah “LUNASI HUTANG DAN JANGAN TERJERAT LAGI DENGAN HUTANG”
Ada beberapa alasan yang membuat kita wajib memiliki tekad kenapa harus di niatkan membebaskan dir dari hutang.

  1. Membuat lebih Percaya diri.
    Kepercayaan diri wajib di miliki oleh siapapun, tidak perduli dia adalah artis, pekerja, pengusaha dan para pemangku jabatan, kesemuanya harus memiliki tingkat kepercayaan diri yang mumpuni, karena bila tidak, maka hasil yang di dapat saat ini akan bisa segera hilang dan di gantikan oleh orang yang lebih lihai dalam menggantikan posisi anda.Dan percaya diri akan sedikit demi sedikit memudar bahkan segera hilang bila masih memiliki beban hutang yang tidak terkontrol, oleh karena itu bila masih memiliki masalah dengan hutang, maka niatkan untuk segera di selesaikan, Karena dengan Bebas dari hutang Merupakan salah satu Cara Untuk Meningkatkan Percaya Diri
  2. Bebas hutang, Tekanan Hidup akan menjadi Berkurang
    Bukan suatu hal yang baru, bila ada anggapan bahwa bila memiliki hutang maka “pasti” hidup tidak akan tenang dan tentu saja tidak akan bahagia
  3. Membuat Perasaan Lebih Nyaman
    Menanggung beban hutang sangatlah mengganggu,  bukan karena nilai berapa banyak angkanya, tapi kenyamanan dalam menjalani kehidupan begitu minim, sering di jumpai hanya gara-gara faktor ekonomi, Suami Istri menjadi cerai, Keluarga berantakan dan jadi sering sakit-sakitan, berbeda dengan keluarga yang tidak menanggung beban hutang, Biarpun ekonominya pas-pasan tapi tidak ada hutang, senyum kebahagiaan senantiasa mengisi hari-hari mereka..
  4. Bebas Merencakan Masa depan
    Setelah terbebas dari belenggu hutang, akan lebih mudah dalam mengatur cashflow keuangan, sehingga perencanaan bisa dengan mudah di jalankan, tidak ada lagi perasaan tidak bisa beli ini dan beli itu, membayar uang sekolah anak, membeli buku, peralatan dapur, makan sehari-hari bahkan liburan bisa di rencanakan dari jauh hari, perasaan ini mungkin berlebihan, tapi jujur saja, terlepas dari belenggu hutang seperti merasakan terlepas dari penjara.
  5. Terjalin Kembali Tali Silaturrahmi.
    Tidak bisa di pungkiri, biarpun tidak ada sangkut pautnya  keluarga dengan masalah hutang kita, tapi setiap jiwa yang di susupi hutang, akan lebih mudah tersinggung dan merasa di kucilkan oleh keluarga dan masyarakat sekitar, seolah semua orang membenci dan tidak suka kepadanya, padahal itu semua hanya perasaan yang berlebihan semata, tidak salah memang bila Rosulullah mengumpamakan orang yang berhutang itu seperti orang gila, Nah dengan Tidak adanya lagi hutang, maka Otomatis ,Tembok batasan yang memisahkan antara kita dan keluarga akan otomatis hancur dan hilang, sehingga Besar Harapan Tali silaturrahmi akan kembali terjalin dengan baik.
Demikianlah alasan yang membuat siapapun yang masih terbelenggu hutang untuk dapat segera menyelesaikan dan jera karena mengambil hutang dan riba sebagai sahabat, karena bila ada kebahagiaan dari berhutang, maka pastilah sangat sedikit sekali di banding penyesalan yang di dapat, semua aspek akan terganggu dan jauh dari kenyamanan, bahkan Profesor Psikologi  Yang mengajar di  San Francisco State University sekaligus pendiri `Beyond the Purchase` Ryan Howell mengeluarkan pendapat yang sangat bagus sekali, melunasi utang dapat membuat hidup Anda bahagia. Bebas dari lilitan utang dapat menghapus rasa rendah diri dan membantu Anda mencapai tujuan hidup Anda. Proses pembayaran utang tentu juga dapat membuat Anda sehat secara finansial.

Tuesday, July 16, 2013

Hutang Piutang

Di dalam kehidupan sehari-hari ini, kebanyakan manusia tidak terlepas dari yang namanya hutang piutang. Sebab di antara mereka ada yang membutuhkan dan ada pula yang dibutuhkan. Demikianlah keadaan manusia sebagaimana Allah tetapkan, ada yang dilapangkan rezekinya hingga berlimpah ruah dan ad90a pula yang dipersempit rezekinya, tidak dapat mencukupi kebutuhan pokoknya sehingga mendorongnya dengan terpaksa untuk berhutang atau mencari pinjaman dari orang-orang yang dipandang mampu dan bersedia memberinya pinjaman.



Dalam ajaran Islam, utang-piutang adalah muamalah yang dibolehkan, tapi diharuskan untuk ekstra hati-hati dalam menerapkannya. Karena utang bisa mengantarkan seseorang ke dalam surga, dan sebaliknya juga menjerumuskan seseorang ke dalam neraka.

A. PENGERTIAN HUTANG PIUTANG:

Di dalam fiqih Islam, hutang piutang atau pinjam meminjam telah dikenal dengan istilah Al-Qardh. Makna Al-Qardh secara etimologi (bahasa) ialah Al-Qath’u yang berarti memotong. Harta yang diserahkan kepada orang yang berhutang disebut Al-Qardh, karena merupakan potongan dari harta orang yang memberikan hutang.(1)
Sedangkan secara terminologis (istilah syar’i), makna Al-Qardh ialah menyerahkan harta (uang) sebagai bentuk kasih sayang kepada siapa saja yang akan memanfaatkannya dan dia akan mengembalikannya (pada suatu saat) sesuai dengan padanannya.(2)
Atau dengan kata lain, Hutang Piutang adalah memberikan sesuatu yang menjadi hak milik pemberi pinjaman kepada peminjam dengan pengembalian di kemudian hari sesuai perjanjian dengan jumlah yang sama. Jika peminjam diberi pinjaman Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah) maka di masa depan si peminjam akan mengembalikan uang sejumlah satu juta juga.

B. HUKUM HUTANG PIUTANG:

Hukum Hutang piutang pada asalnya DIPERBOLEHKAN dalam syariat Islam. Bahkan orang yang memberikan hutang atau pinjaman kepada orang lain yang sangat membutuhkan adalah hal yang DISUKAI dan DIANJURKAN, karena di dalamnya terdapat pahala yang besar. Adapun dalil-dalil yang menunjukkan disyariatkannya hutang piutang ialah sebagaimana berikut ini:
Dalil dari Al-Qur’an adalah firman Allah :
مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً وَاللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (245)
“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Baqarah: 245)
Sedangkan dalil dari Al-Hadits adalah apa yang diriwayatkan dari Abu Rafi’, bahwa Nabi  pernah meminjam seekor unta kepada seorang lelaki. Aku datang menemui beliau membawa seekor unta dari sedekah. Beliau menyuruh Abu Rafi’ untuk mengembalikan unta milik lelaki tersebut. Abu Rafi’ kembali kepada beliau dan berkata, “Wahai Rasulullah! Yang kudapatkan hanya-lah seekor unta ruba’i terbaik?” Beliau bersabda,
“Berikan saja kepadanya. Sesungguhnya orang yang terbaik adalah yang paling baik dalam mengembalikan hutang.” (3)
Nabi  juga bersabda:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُقْرِضُ مُسْلِمًا قَرْضًا مَرَّتَيْنِ إِلاَّ كَانَ كَصَدَقَتِهَا مَرَّةً
“Setiap muslim yang memberikan pinjaman kepada sesamanya dua kali, maka dia itu seperti orang yang bersedekah satu kali.” (HR. Ibnu Majah II/812 no.2430, dari Ibnu Mas’ud . Hadits ini di-hasan-kan oleh Al-Albani di dalam Irwa’ Al-ghalil Fi Takhrij Ahadits manar As-sabil (no.1389).)
Sementara dari Ijma’, para ulama kaum muslimin telah berijma’ tentang disyariatkannya hutang piutang (peminjaman).
C. PERINGATAN KERAS TENTANG HUTANG:
Dari pembahasan di atas, kita telah mengetahui dan memahami bahwa hukum berhutang atau meminta pinjaman adalah DIPERBOLEHKAN, dan bukanlah sesuatu yang dicela atau dibenci, karena Nabi  pernah berhutang.(4) Namun meskipun demikian, hanya saja Islam menyuruh umatnya agar menghindari hutang semaksimal mungkin jika ia mampu membeli dengan tunai atau tidak dalam keadaan kesempitan ekonomi. Karena hutang, menurut Rasulullah , merupakan penyebab kesedihan di malam hari dan kehinaan di siang hari. Hutang juga dapat membahayakan akhlaq, sebagaimana sabda Rasulullah  (artinya): “Sesungguhnya seseorang apabila berhutang, maka dia sering berkata lantas berdusta, dan berjanji lantas memungkiri.” (HR. Bukhari).
Rasulullah  pernah menolak menshalatkan jenazah seseorang yang diketahui masih meninggalkan hutang dan tidak meninggalkan harta untuk membayarnya. Rasulullah  bersabda:
يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلاَّ الدَّيْنَ
“Akan diampuni orang yang mati syahid semua dosanya, kecuali hutangnya.” (HR. Muslim III/1502 no.1886, dari Abdullah bin Amr bin Ash ).
Diriwayatkan dari Tsauban, mantan budak Rasulullah, dari Rasulullah , bahwa Beliau bersabda:
« مَنْ فَارَقَ الرُّوحُ الْجَسَدَ وَهُوَ بَرِىءٌ مِنْ ثَلاَثٍ دَخَلَ الْجَنَّةَ مِنَ الْكِبْرِ وَالْغُلُولِ وَالدَّيْنِ »
“Barangsiapa yang rohnya berpisah dari jasadnya dalam keadaan terbebas dari tiga hal, niscaya masuk surga: (pertama) bebas dari sombong, (kedua) dari khianat, dan (ketiga) dari tanggungan hutang.” (HR. Ibnu Majah II/806 no: 2412, dan At-Tirmidzi IV/138 no: 1573. Dan di-shahih-kan oleh syaikh Al-Albani).
Dari Abu Hurairah , bahwa Rasulullah  bersabda:
« نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ »
“Jiwa orang mukmin bergantung pada hutangnya hingga dilunasi.” (HR. Ibnu Majah II/806 no.2413, dan At-Tirmidzi III/389 no.1078. dan di-shahih-kan oleh syaikh Al-Albani).
Dari Ibnu Umar  bahwa Rasulullah  bersabda:
« مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ دِينَارٌ أَوْ دِرْهَمٌ قُضِىَ مِنْ حَسَنَاتِهِ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ »
“Barangsiapa meninggal dunia dalam keadaan menanggung hutang satu Dinar atau satu Dirham, maka dibayarilah (dengan diambilkan) dari kebaikannya; karena di sana tidak ada lagi Dinar dan tidak (pula) Dirham.” (HR. Ibnu Majah II/807 no: 2414. dan di-shahih-kan oleh syaikh Al-Albani).
عَنْ أَبِى قَتَادَةَ أَنَّهُ سَمِعَهُ يُحَدِّثُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ قَامَ فِيهِمْ فَذَكَرَ لَهُمْ « أَنَّ الْجِهَادَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَالإِيمَانَ بِاللَّهِ أَفْضَلُ الأَعْمَالِ ». فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ قُتِلْتُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ تُكَفَّرُ عَنِّى خَطَايَاىَ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « نَعَمْ إِنْ قُتِلْتَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَأَنْتَ صَابِرٌ مُحْتَسِبٌ مُقْبِلٌ غَيْرُ مُدْبِرٍ ». ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « كَيْفَ قُلْتَ ». قَالَ أَرَأَيْتَ إِنْ قُتِلْتُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ أَتُكَفَّرُ عَنِّى خَطَايَاىَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « نَعَمْ وَأَنْتَ صَابِرٌ مُحْتَسِبٌ مُقْبِلٌ غَيْرُ مُدْبِرٍ إِلاَّ الدَّيْنَ فَإِنَّ جِبْرِيلَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ قَالَ لِى ذَلِكَ »
Dari Abu Qatadah , bahwasannya Rasulullah pernah berdiri di tengah-tengah para sahabat, lalu Beliau mengingatkan mereka bahwa jihad di jalan Allah dan iman kepada-Nya adalah amalan yang paling afdhal. Kemudian berdirilah seorang sahabat, lalu bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika aku gugur di jalan Allah, apakah dosa-dosaku akan terhapus dariku?” Maka jawab Rasulullah  kepadanya “Ya, jika engkau gugur di jalan Allah dalam keadaan sabar mengharapkan pahala, maju pantang melarikan diri.” Kemudian Rasulullah bersabda: “Melainkan hutang, karena sesungguhnya Jibril ’alaihissalam menyampaikan hal itu kepadaku.” (HR. Muslim III/1501 no: 1885, At-Tirmidzi IV/412 no:1712, dan an-Nasa’i VI: 34 no.3157. dan di-shahih-kan oleh syaikh Al-Albani dalam Irwa-ul Ghalil no: 1197).
D. SYARAT PIUTANG MENJADI AMAL SHOLIH?
1. Harta yang dihutangkan adalah harta yang jelas dan murni kehalalannya, bukan harta yang haram atau tercampur dengan sesuatu yang haram.
2. Pemberi piutang / pinjaman tidak mengungkit-ungkit atau menyakiti penerima pinjaman baik dengan kata-kata maupun perbuatan.
3. Pemberi piutang/pinjaman berniat mendekatkan diri kepada Allah dengan ikhlas, hanya mengharap pahala dan ridho dari-Nya semata. Tidak ada maksud riya’ (pamer) atau sum’ah (ingin didengar kebaikannya oleh orang lain).
4. Pinjaman tersebut tidak mendatangkan tambahan manfaat atau keuntungan sedikitpun bagi pemberi pinjaman.
E. BEBERAPA ADAB ISLAMI DALAM HUTANG PIUTANG:
Bagaimana Islam mengatur berhutang-piutang yang membawa pelakunya ke surga dan menghindarkan dari api neraka? Perhatikanlah adab-adabnya di bawah ini:
[1]. Hutang piutang harus ditulis dan dipersaksikan.
Dalilnya firman Allah :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الأخْرَى وَلا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا وَلا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَى أَجَلِهِ ذَلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَى أَلا تَرْتَابُوا إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلا تَكْتُبُوهَا وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ وَلا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلا شَهِيدٌ وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (282)
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Rabbnya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tidak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil, dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli ; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian) maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah ; Allah mengajarmu ; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al-Baqarah: 282)
Berkaitan dengan ayat ini, Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “ini merupakan petunjuk dari-Nya untuk para hamba-Nya yang mukmin. Jika mereka bermu’amalah dengan transaksi non tunai, hendaklah ditulis, agar lebih terjaga jumlahnya dan waktunya dan lebih menguatkan saksi. Dan di ayat lain, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengingatkan salah satu ayat: “Hal itu lebih adil di sisi Allah dan memperkuat persaksian dan agar tidak mendatangkan keraguan”. (5)
[2]. Pemberi hutang atau pinjaman tidak boleh mengambil keuntungan atau manfaat dari orang yang berhutang.
Kaidah fikih berbunyi:
كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ نَفْعًا فَهُوَ رِبًا
“Setiap hutang yang membawa keuntungan, maka hukumnya riba”. Hal ini terjadi jika salah satunya mensyaratkan atau menjanjikan penambahan.
Dengan kata lain, bahwa pinjaman yang berbunga atau mendatangkan manfaat apapun adalah haram berdasarkan Al-Qur’an, As-Sunnah, dan ijma’ para ulama. Keharaman itu meliputi segala macam bunga atau manfaat yang dijadikan syarat oleh orang yang memberikan pinjaman kepada si peminjam. Karena tujuan dari pemberi pinjaman adalah mengasihi si peminjam dan menolongnya. Tujuannya bukan mencari kompensasi atau keuntungan.(6) Dengan dasar itu, berarti pinjaman berbunga yang diterapkan oleh bank-bank maupun rentenir di masa sekarang ini jelas-jelas merupakan riba yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. sehingga bisa terkena ancaman keras baik di dunia maupun di akhirat dari Allah .
Syaikh Shalih Al-Fauzan –hafizhahullah- berkata : “Hendaklah diketahui, tambahan yang terlarang untuk mengambilnya dalam hutang adalah tambahan yang disyaratkan. (Misalnya), seperti seseorang mengatakan, “saya beri anda hutang dengan syarat dikembalikan dengan tambahan sekian dan sekian, atau dengan syarat anda berikan rumah atau tokomu, atau anda hadiahkan kepadaku sesuatu”. Atau juga dengan tidak dilafadzkan, akan tetapi ada keinginan untuk ditambah atau mengharapkan tambahan, inilah yang terlarang, adapun jika yang berhutang menambahnya atas kemauan sendiri, atau karena dorongan darinya tanpa syarat dari yang berhutang ataupun berharap, maka tatkala itu, tidak terlarang mengambil tambahan.(7)
[3]. Melunasi hutang dengan cara yang baik
Hal ini sebagaimana hadits berikut ini:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – قَالَ كَانَ لِرَجُلٍ عَلَى النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – سِنٌّ مِنَ الإِبِلِ فَجَاءَهُ يَتَقَاضَاهُ فَقَالَ – صلى الله عليه وسلم – « أَعْطُوهُ » . فَطَلَبُوا سِنَّهُ ، فَلَمْ يَجِدُوا لَهُ إِلاَّ سِنًّا فَوْقَهَا . فَقَالَ « أَعْطُوهُ » . فَقَالَ أَوْفَيْتَنِى ، وَفَّى اللَّهُ بِكَ . قَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « إِنَّ خِيَارَكُمْ أَحْسَنُكُمْ قَضَاءً »
Dari Abu Hurairah , ia berkata: “Nabi mempunyai hutang kepada seseorang, (yaitu) seekor unta dengan usia tertentu. Orang itupun datang menagihnya. (Maka) beliaupun berkata, “Berikan kepadanya” kemudian mereka mencari yang seusia dengan untanya, akan tetapi mereka tidak menemukan kecuali yang lebih berumur dari untanya. Nabi (pun) berkata: “Berikan kepadanya”, Dia pun menjawab, “Engkau telah menunaikannya dengan lebih. Semoga Allah  membalas dengan setimpal”. Maka Nabi  bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik dalam pengembalian (hutang)”. (HR. Bukhari, II/843, bab Husnul Qadha’ no. 2263.)
وعَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ أَتَيْتُ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – وَهُوَ فِى الْمَسْجِدِ – وَكَانَ لِى عَلَيْهِ دَيْنٌ فَقَضَانِى وَزَادَنِى
Dari Jabir bin Abdullah  ia berkata: “Aku mendatangi Nabi  di masjid, sedangkan beliau mempunyai hutang kepadaku, lalu beliau membayarnya dam menambahkannya”. (HR. Bukhari, II/843, bab husnul Qadha’, no. 2264)
Termasuk cara yang baik dalam melunasi hutang adalah melunasinya tepat pada waktu pelunasan yang telah ditentukan dan disepakati oleh kedua belah pihak (pemberi dan penerima hutang), melunasi hutang di rumah atau tempat tinggal pemberi hutang, dan semisalnya.
[4]. Berhutang dengan niat baik dan akan melunasinya
Jika seseorang berhutang dengan tujuan buruk, maka dia telah berbuat zhalim dan dosa. Diantara tujuan buruk tersebut seperti:
a). Berhutang untuk menutupi hutang yang tidak terbayar
b). Berhutang untuk sekedar bersenang-senang
c). Berhutang dengan niat meminta. Karena biasanya jika meminta tidak diberi, maka digunakan istilah hutang agar mau memberi.
d). Berhutang dengan niat tidak akan melunasinya.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – عَنِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ أَدَاءَهَا أَدَّى اللَّهُ عَنْهُ ، وَمَنْ أَخَذَ يُرِيدُ إِتْلاَفَهَا أَتْلَفَهُ اللَّهُ »
Dari Abu Hurairah , ia berkata bahwa Nabi  bersabda: “Barangsiapa yang mengambil harta orang lain (berhutang) dengan tujuan untuk membayarnya (mengembalikannya), maka Allah  akan tunaikan untuknya. Dan barangsiapa mengambilnya untuk menghabiskannya (tidak melunasinya, pent), maka Allah  akan membinasakannya”. (HR. Bukhari, II/841 bab man akhodza amwala an-naasi yuridu ada’aha, no. 2257)
Hadits ini hendaknya ditanamkan ke dalam diri sanubari yang berhutang, karena kenyataan sering membenarkan sabda Nabi di atas. Berapa banyak orang yang berhutang dengan niat dan tekad untuk menunaikannya, sehingga Allah pun memudahkan baginya untuk melunasinya. Sebaliknya, ketika seseorang bertekad pada dirinya, bahwa hutang yang dia peroleh dari seseorang tidak disertai dengan niat yang baik, maka Allah  membinasakan hidupnya dengan hutang tersebut. Allah  melelahkan badannya dalam mencari, tetapi tidak kunjung dapat. Dan dia letihkan jiwanya karena memikirkan hutang tersebut. Kalau hal itu terjadi di dunia yang fana, bagaimana dengan akhirat yang kekal nan abadi?
[5]. Berupaya untuk berhutang dari orang sholih yang memiliki profesi dan penghasilan yang halal.
Sehingga dengan meminjam harta atau uang dari orang sholih dapat menenangkan jiwa n menjauhkannnya dari hal-hal yang kotor dan haram. Sehingga harta pinjaman tersebut ketika kita gunakan untuk suatu hajat menjadi berkah dan mendatangkan ridho Allah.
Sedangkan orang yang jahat atau buruk tidak dapat menjamin penghasilannya bersih dan bebas dari hal-hal yang haram.
[6]. Tidak berhutang kecuali dalam keadaan darurat atau mendesak.
Maksudnya kondisi yang tidak mungkin lagi baginya mencari jalan selain berhutang sementara keadaan sangat mendesak, jika tidak akan kelaparan atau sakit yang mengantarkannya kepada kematian, atau semisalnya.
Tidak sepantasnya berhutang untuk membeli rumah baru, kendaraan, laptop model terbaru, atau sejenisnya dengan maksud berbangga-banggaan atau menjaga kegengsian dalam gaya hidup. Padahal dia sudah punya harta atau penghasilan yang mencukupi kebutuhan pokoknya.
[7]. Tidak boleh melakukan jual beli yang disertai dengan hutang atau peminjaman
Mayoritas ulama menganggap perbuatan itu tidak boleh. Tidak boleh memberikan syarat dalam pinjaman agar pihak yang berhutang menjual sesuatu miliknya, membeli, menyewakan atau menyewa dari orang yang menghutanginya. Dasarnya adalah sabda Nabi :
لاَ يَحِلُّ سَلَفٌ وَبَيْعٌ
“Tidak dihalalkan melakukan peminjaman plus jual beli.” (HR. Abu Daud no.3504, At-Tirmidzi no.1234, An-Nasa’I VII/288. Dan At-Tirmidzi berkata: “Hadits ini hasan shahih”.)
Yakni agar transaksi semacam itu tidak dimanfaatkan untuk mengambil bunga yang diharamkan.
[8]. Jika terjadi keterlambatan karena kesulitan keuangan, hendaklah orang yang berhutang memberitahukan kepada orang yang memberikan pinjaman.
Karena hal ini termasuk bagian dari menunaikan hak yang menghutangkan.
Janganlah berdiam diri atau lari dari si pemberi pinjaman, karena akan memperparah keadaan, dan merubah hutang, yang awalnya sebagai wujud kasih sayang, berubah menjadi permusuhan dan perpecahan.
[9]. Menggunakan uang pinjaman dengan sebaik mungkin. Menyadari, bahwa pinjaman merupakan amanah yang harus dia kembalikan.
عَنْ سَمُرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « عَلَى الْيَدِ مَا أَخَذَتْ حَتَّى تُؤَدِّىَ »
Dari Samurah , Nabi  bersabda: “Tangan bertanggung jawab atas semua yang diambilnya, hingga dia menunaikannya”. (HR. Abu Dawud dalam Kitab Al-Buyu’, Tirmidzi dalam kitab Al-buyu’, dan selainnya.)
[10]. Diperbolehkan bagi yang berhutang untuk mengajukan pemutihan atas hutangnya atau pengurangan, dan juga mencari perantara (syafa’at) untuk memohonnya.
Hal ini sebagaimana hadits berikut ini (artinya):
Dari Jabir bin Abdullah , ia berkata: (Ayahku) Abdullah meninggal dan dia meninggalkan banyak anak dan hutang. Maka aku memohon kepada pemilik hutang agar mereka mau mengurangi jumlah hutangnya, akan tetapi mereka enggan. Akupun mendatangi Nabi  meminta syafaat (bantuan) kepada mereka. (Namun) merekapun tidak mau. Beliau  berkata, “Pisahkan kormamu sesuai dengan jenisnya. Tandan Ibnu Zaid satu kelompok. Yang lembut satu kelompok, dan Ajwa satu kelompok, lalu datangkan kepadaku.” (Maka) akupun melakukannya. Beliau  pun datang lalu duduk dan menimbang setiap mereka sampai lunas, dan kurma masih tersisa seperti tidak disentuh. (HR. Bukhari kitab Al-Istiqradh, no. 2405)
[11]. Bersegera melunasi hutang
Orang yang berhutang hendaknya ia berusaha melunasi hutangnya sesegera mungkin tatkala ia telah memiliki kemampuan untuk mengembalikan hutangnya itu. Sebab orang yang menunda-menunda pelunasan hutang padahal ia telah mampu, maka ia tergolong orang yang berbuat zhalim. Sebagaimana hadits berikut:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « مَطْلُ الْغَنِىِّ ظُلْمٌ ، فَإِذَا أُتْبِعَ أَحَدُكُمْ عَلَى مَلِىٍّ فَلْيَتْبَعْ »
Dari Abu Hurairah , bahwa Rasulullah  bersabda: “Memperlambat pembayaran hutang yang dilakukan oleh orang kaya merupakan perbuatan zhalim. Jika salah seorang kamu dialihkan kepada orang yang mudah membayar hutang, maka hendaklah beralih (diterima pengalihan tersebut)”. (HR. Bukhari dalam Shahihnya IV/585 no.2287, dan Muslim dalam Shahihnya V/471 no.3978, dari hadits Abu Hurairah .)
[12]. Memberikan Penangguhan waktu kepada orang yang sedang kesulitan dalam melunasi hutangnya setelah jatuh tempo.
Allah  berfirman:
وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (280)
“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 280).
Diriwayatkan dari Abul Yusr, seorang sahabat Nabi, ia berkata, Rasulullah  bersabda:
« مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُظِلَّهُ اللَّهُ فِى ظِلِّهِ – فَلْيُنْظِرْ مُعْسِرًا أَوْ لِيَضَعْ لَهُ »
“Barangsiapa yang ingin dinaungi Allah dengan naungan-Nya (pada hari kiamat, pen), maka hendaklah ia menangguhkan waktu pelunasan hutang bagi orang yang sedang kesulitan, atau hendaklah ia menggugurkan hutangnya.” (HR Ibnu Majah II/808 no. 2419. Dan di-shahih-kan oleh syaikh Al-Albani)
قَالَ حُذَيْفَةُ وَسَمِعْتُهُ يَقُولُ « إِنَّ رَجُلاً كَانَ فِيمَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ أَتَاهُ الْمَلَكُ لِيَقْبِضَ رُوحَهُ فَقِيلَ لَهُ هَلْ عَمِلْتَ مِنْ خَيْرٍ قَالَ مَا أَعْلَمُ ، قِيلَ لَهُ انْظُرْ . قَالَ مَا أَعْلَمُ شَيْئًا غَيْرَ أَنِّى كُنْتُ أُبَايِعُ النَّاسَ فِى الدُّنْيَا وَأُجَازِيهِمْ ، فَأُنْظِرُ الْمُوسِرَ ، وَأَتَجَاوَزُ عَنِ الْمُعْسِرِ . فَأَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ »
Dari sahabat Hudzaifah, beliau pernah mendengar Rasulullah bersabda:
“Ada seorang laki-laki yang hidup di zaman sebelum kalian. Lalu datanglah seorang malaikat maut yang akan mencabut rohnya. Dikatakan kepadanya (oleh malaikat maut): “Apakah engkau telah berbuat kebaikan?” Laki-laki itu menjawab: “Aku tidak mengetahuinya.” Malaikat maut berkata: “ Telitilah kembali apakah engkau telah berbuat kebaikan.” Dia menjawab: “Aku tidak mengetahui sesuatu pun amalan baik yang telah aku lakukan selain bahwa dahulu aku suka berjual beli barang dengan manusia ketika di dunia dan aku selalu mencukupi kebutuhan mereka. Aku memberi keluasan dalam pembayaran hutang bagi orang yang memiliki kemampuan dan aku membebaskan tanggungan orang yang kesulitan.” Maka Allah (dengan sebab itu) memasukkannya ke dalam surga.” (HR. Bukhari III/1272 no.3266)
Demikian penjelasan singkat tentang beberapa adab Islami dalam hutang piutang. Semoga menjadi tambahan ilmu yang bermanfaat bagi siapapun yang membacanya. Dan semoga Allah menganugerahkan kepada kita semua rezki yang lapang, halal dan berkah, serta terbebas dari lilitan hutang. Amin.
Catatan Kaki:
(1) Lihat Fiqh Muamalat (2/11), karya Wahbah Zuhaili.
(2) Lihat Muntaha Al-Iradat (I/197). Dikutip dari Mauqif Asy-Syari’ah Min Al-Masharif Al-Islamiyyah Al-Mu’ashirah, karya DR. Abdullah Abdurrahim Al-Abbadi, hal.29.
(3) HR. Bukhari dalam Kitab Al-Istiqradh, baba istiqradh Al-Ibil (no.2390), dan Muslim dalam kitab Al-musaqah, bab Man Istaslafa Syai-an Fa Qadha Khairan Minhu (no.1600).
(4) HR. Bukhari IV/608 (no.2305), dan Muslim VI/38 (no.4086).
(5) Lihat Tafsir Al-Quran Al-Azhim, III/316.
(6) Lihat Al-Fatawa Al-Kubra III/146,147.
(7) Lihat Al-Mulakhkhash Al-Fiqhi, Shalih Al-Fauzan, II/51.
[Sumber: MAJALAH PENGUSAHA MUSLIM Edisi 12 Volume 1 / 15 November 2010]